Kamis, 08 Desember 2016

MENJADI JURI DI PEMILIHAN  SISWA TELADAN KOTA TANGERANG


da pengalaman baru di tahun 2016 ini, karena ada beberapa guru SMA dan SMK Budi Mulia, yang diminta oleh Dinas Pendidikan Kota Tangerang untuk menjadi Juri pada pemilihan siswa teladan sekota Tangerang, mereka itu adalah : Pak Ir. Hikmat Sobari S., M.M., Ibu Dessy Nataliana, S.Kom., M.Pd., M.Kom. Pak Wahono, S.Kom., M.M., Ibu Mutiara Kusumastuti AY., S.P., M.M., Untuk Pak Hikmat dan Ibu Desi menjadi juri untuk Presentasi Karya Tulis Ilmiah, Untuk Pak Wahono dan Ibu Mutiara menjadi juri untuk Prakarya/keterampilan.
Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan pada tanggal 22 September 2016, di SMK Negeri  3 Kota Tangerang. Pesertanya adalah mereka yang lolos seleksi tes tertulis pada tanggal 21 Septembernya, diikuti oleh lebih kurang 40 siswa SMK dan 40 siswa SMA. Buat mereka yang lolos kemudian akan di jadikan wakil Kota Tangerang untuk maju ke propinsi Banten.
KETUA YAYASAN PENDIDIKAN BUDI MULIA BERSAMA UHAMKA MENGIKUTI
“2016 CHINESE WORKSHOP FOR EDUCATION OFFICER”

Ketua Yayasan Pendidikan Budi Mulia Bp. Dr. H. M. Suryadi Syarif, S.E., M.M., bersama dosen UHAMKA, mengadakan kunjungan ke sekolah dan Universitas di Beijing Cina. Salah satunya adalah Beijing New Talent Academy (BJNTA).

Didirikan pada tahun 1995, adalah sebuah sekolah asrama internasional, dengan jenjang pendidikan dimulai dengan TK, , SD, Sekolah Menengah dan sekolah tinggi. Ada sekitar 2.600 siswa, 100 di antaranya adalah mahasiswa asing. Ada sekitar 700 orang pengajar, 36 di antaranya adalah guru asing.

BJNTA terletak di sisi barat Beijing Capital Airport, berdekatan dengan Central Villa District dekat Wenyu River, dan Pusat Pameran Internasional di jalur kereta bawah tanah 15.

Dengan investasi 500 juta Yuan, BJNTA memiliki kelas yang lengkap dan bangunan apartemen modern dan fasilitas dengan lingkungan yang nyaman dan elegan.


Memiliki guru – guru profesional, dengan memperhatikan kualitas semua guru n dan pengembangan profesional, dan memasok keuntungan berlimpah berusaha menciptakan rumah yang hangat, sebuah platform pengembangan dan panggung besar pekerjaan untuk semua pemanku pendidikan.

Rabu, 11 Maret 2015

Mengikuti “China Bridge” ke Hainan, China


Mengikuti “China Bridge” ke Hainan, China. Satu Minggu setelah hari Raya Idul Fitri 1431 H/2010, Dr. H. Moh. Suryadi Syarif, mengikuti kegiatan “China Bridge” atas undangan Kementerian Pendidikan/Dinas Pendidikan Propinsi Hainan, China.
      Tujuan kegiatan ini selain mempererat hubungan dan kerjasama bidang pendidikan antara Indonesia – China, juga untuk lebih mendalami tentang pembelajaran bahasa Mandarin. Bahasa Mandarin sekarang ini sudah banyak diajarkan di sekolah-sekolah Indonesia mulai jenjang SD, SMP, SMA/K,  bahkan beberapa perguruan tinggi sudah membuka program bahasa Mandarin.
      Delegasi Indonesia melakukan kunjungan ke sekolah-sekolah di Hainan, mulai Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dengan taraf Internasional, juga mengunjungan Hainan Normal University, salah satu perguruan tinggi yang membuka program bahasa Mandarin untuk kelas Internasional, banyak mahasiswa Indonesia yang belajar bahasa Mandari di Hainan Normal University ini, ada dari Jakarta, Jogyakarta, Medan, dan lain-lain.

      Hal yang menarik dan perlu dicontoh oleh sekolah, guru & siswa di Indonesia dari sekolah, guru & siswa di Hainan, China, mereka sangat disiplin dalam berbagai hal, misal: penggunaan atribut sekolah, sangat patuh terhadap aturan & disiplin sekolah, cara & sikap guru mengajar yang interaktif, pemanfaatan fasilitas sekolah yang cukup baik, kebersihan diri dan lingkungan terjaga dengan baik. Kita juga bisa melakukan hal-hal yang baik tersebut, dengan niat yang ikhlas, komitmen/kesadaran yang tinggi, dimulai dari diri sendiri, dimulai dari sekarang & dimulai dari hal-hal yang kecil.

Rabu, 21 November 2012


KUNJUNGAN KERJA “TASK FORCE” KE  EROPA
(BELANDA & JERMAN) SERTA SINGAPURA DAN MALAYSIA

Dr. H. Moh. Suryadi Syarif, pada tahun 2008 banyak mendapatkan kesempatan melakukan kunjungan ke luar negeri, baik yang bersifat kunjungan kerja, studi banding atau sosialisasi program kerjasama internasional.
Delegasi Depdiknas diterima Duta Besar RI di Den Haag 
Bpk J.E. Habibie ( adik Bpk. Prof. Dr. B.J. Habibie / Presiden ke 3 RI )
Setelah melakukan kunjungan kerja dan studi banding ke Jepang, tanggal 23 s.d 29 Pebruari 2008, pada tanggal 16 s.d 21 Juni 2008 Dr. H. Moh. Suryadi Syarif mendapat tugas dari Direktorat Tenaga Kependidikan Dirjen PMPTK Depdiknas untuk melakukan sosialisasi terbentuknya wadah forum kepala sekolah Asia Tenggara yang disebut “South East Asia School Principals Forum  (SEA-SPF)” ke Bangkok, Thailand. Dan tanggal. 23 s.d 29 Juni 2008 sosialisasi terbentuknya South East Asia School Principals Forum (SEA-SPF) ke Brunei Darussalam
Tanggal 25 Nopember s.d 2 Desember 2008, Dr. H. Moh. Suryadi Syarif dan Dra. Hj. Yoyo Sosiawati, M.Pd., mendapat kesempatan melakukan kunjungan kerja “Task Force” ke negara Eropa yaitu Belanda dan Jerman, sebelumnya transit di Istanbul Turkey Kunjungan tersebut diselenggarakan oleh Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan & Direktorat Tenaga Kependidikan Dirjen PMPTK Depdiknas, diikuti oleh kepala sekolah kejuruan rintisan sekolah berstandar internasional.
Hasil dari kunjungan-kunjungan tersebut banyak memberikan pengalaman yang sangat berarti dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, khususnya peningkatan mutu pendidikan di Sekolah Budi Mulia (TK SD SMP SMA & SMK Budi Mulia). Mengunjungi “Inwent” pusat pelatihan keterampilan Mekanik Otomotif, di Mannheim Jerman

Mengunjungi "Inwent" Pusat Pelatihan Keterampilan 
Mekanik Otomotif, di Mannheim JermanOleh karena itu dari hasil pengalaman perjalanan kunjungan ke bebarapa negara di luar negeri yang berhubungan dengan keberhasilan pendidikan negara-negara yang dikunjungi, Sekolah Budi Mulia terus berusaha meningkatkan layanan pendidikan dalam upaya menghasilkan mutu pendidikan yang diselenggarakannya, dengan terus berbedah diri dengan meningkatkan layanan, fasilitas, sarana-prasarana, profesionalaisme tenaga pendidikan & kependidikan.

Dalam mewujudkan kelas yang menggunakan dua bahasa (Billingual) dan berbasis teknologi informatika (TI), guru dituntut mampu berbahasa asing yaitu Inggris, dan menguasai media pembelajaran berbasis teknologi informatika, sehubungan dengan hal tersebut sekolah memfasilitasi kepada tenaga pendidik & kependidikan untuk mengikuti inhouse trainning/pelatihan pembekalan penguasaan berbahasa Inggris dan pembekalan penguasaan teknologi komputer. Selain itu sekolah juga memberikan kesempatan kepada tenaga pendidik dan kependidikan untuk mengikuti pendidikan lanjutan (S.2), workshop, seminar, dan lain-lain. Saat ini ada lima (5) orang guru yang mendapatkan bea siswa pendidikan untuk program strata 2 (S.2/Magister).


Pada akhir tahun 2008, tepatnya tanggal 20 s.d 24 Desember 2008, Dr. H. Moh. Suryadi Syarif, kembali mendapat tugas melakukan kunjungan kerja “Task Force” ke Malaysia dan Singapura.
Alhamdulillah, semua kesempatan melakukan kunjungan ke luar negeri atas biaya negara tersebut di syukuri, dan itu semua merupakan penghargaan dan apresiasi pemerintah kepada Sekolah Budi Mulia yang peduli terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan yang diselenggarakannya dan pengakuan pemerintah terhadap kualitas pendidikan Sekolah Budi Mulia yang baik.

“8th WORLD CONVENTION OF THE INTERNATIONAL CONFEDERATION OF PRINCIPALS”

 Auckland, Aotearoa, New Zealand, 30 Maret s.d 5 April 2007


Pada hari Kamis tanggal 29 Maret 2007, Dr. H. Moh. Suryadi Syarif (Kepala SMP/SMA Budi Mulia) dan Dra. Hj. Yoyo Sosiawati (Kepala SMK Budi Mulia), berangkat menuju Auckland New Zealand untuk menghadiri “8th World Convention of the International Confederation of Principals”, atas nama delegasi Indonesia yang berjumlah 22 orang, terdiri dari pimpinan/staf Direktorat Jenderal Peningkaktan Mutu Tenaga Pendidik dan Kependidikan Depdiknas, Kepala Dinas Pendidikan Dasar Propinsi DKI Jakarta, dan Kepala-Kepala Sekolah SMP SMA yang dipersiapkan menjadi sekolah nasional berstandar internasional, seperti: SMP Negeri 1 Jakarta, SMP Negeri 19 Jakarta, SMA Negeri 70 Jakarta, SMA Taruna Nusantara Magelang Jawa Tengah, dan lain-lain termasuk SMP/SMA Budi Mulia dengan kepala sekolah Dr. H. Moh. Suryadi Syarif, dan SMK Budi Mulia dengan kepala sekolah Dra. Hj. Yoyo Sosiawati.

Kunjungan ini merupakan sesuatu yang sangat berharga dan bermanfaat bagi peserta, karena dihadiri oleh delegasi dari 31 negara di dunia, seperti: Amerika Serikat, Australia, Afrika Selatan, Canada, China, Inggris, Indonesia, Israel, Jerman, Jepang, Ghana, Libya, Kenya, New Zealand, Nigeria, Norwegia, Qatar, Swedia, Scotlandia, Saudi Arabia, Singapura, Swiss, Korea Selatan, Tanzania, Uganda, Zambia, dan lain-lain. Sehingga kita bisa bertemu dengan teman-teman sejawat sebagai pendidik atau kepala sekolah dan  saling berbagi pengalaman serta informasi sekitar kemajuan dunia pendidikan dari masing-masing negara.

Dalam acara pembukaan yang diadakan di Aotea Centre, peserta konferensi disajikan tarian selamat datang dan kesenian khas suku asli New Zealand yaitu Maori, atraksi musik siswa sekolah dasar, dan paduan suara siswa sekolah menengah di Auckland. Beberapa lagu yang dinyanyikan terasa akrab dan dikenal di Indonesia, seperti lagu dari daerah Maluku dan lagu pop Indonesia .

Kegiatan-kegiatan konferensi dimulai pukul 8:30 am dan berakhir pukul 4:45 pm, dengan materi-materi:
·    Out of Our Minds: Learning to be Creative, by Sir Ken Robinson
·    School Leadership: Thoughts on the Nature of the Challenge in 2007, by Dr. John Hood
·    How School Leaders make a Difference to their students, by Professor Viviana Robinson
·    The New Zealand Curriculum-Where To From Here?, by Mary Chamberlain
·    What Great Principals Do Differently: 15 Things That Matter Most, by  Dr. Todd Whitaker
·    Engage Me or Enrage Me, by Marc Prensky
·    If the Answer is Leadership… What is the Question? By Professor Lester Levy
·    I’m Here Too Sir, by Dr. Pita Sharples
·    The Talent Enigma, by Professor John MacBeath
·    Mao’s Last Dancer; Li Cunxin’s Inspiration Journey, by Li Cunxin
·    Creating Change from Within, by Dr. Michael Schratz
·    Korero-Workshop Sessions

Kami sempat berdiskusi tentang perkembangan pendidikan dengan nara sumber dan delegasi dari beberapa negara seperti dari Australia, New Zealand, Jerman, Korea Selatan, Nigeria, Inggris, Singapura dan lain-lain.
Kami sempat mencatat dan mengcopy materi dari nara sumber, serta membeli beberapa buku, seperti: School Leadership, Qualities of Effectiv Teachers, Classroom Management, Becoming a Beter Teacher, dan lain-lain
Satu pengalaman berharga yang dapat kami simpulkan dalam kegiatan konferensi tersebut adalah “Semakin terdidik seseorang, semakin menghargai orang lain, semakin berbudaya suatu bangsa, semakin menghargai budaya bangsa lain”.

BERJALAN DENGAN AHLAK MULIA
Setiap nafas yang terhirup, setiap kedipan mata, setiap degupan jantung yang memompakan darah adalah perjalanan, yang harus kita warnai. Warna jalan ini tentunya harus indah dan bermakna. Bermakna sesuai dengan tuntunan agama. Seperti yang di contohkan oleh Rasulullah SAW. baik saat berjalan dengan manusia ataupun saat ingin dekat dengan Sang Pencipta, Allah SWT. Tuntunan yang dibawa Rasulullah SAW  ke dunia ini adalah untuk menyempurnakan akhlak. Hal ini dinyatakan sendiri oleh beliau ketika menjawab pertanyaan seorang sahabatnya, "Mengapa engkau diutus ke dunia ini ya Rasul?". Rasul menjawab, "Innama buitsu liutamimma makarimal akhlak" "Sesungguhnya aku diutus ke dunia hanyalah untuk menyempurnakan akhlak".
Menurut Imam Al Ghazali,  akhlak itu adalah respon spontan terhadap suatu kejadian. Pada saat diam, tidak akan tampak bagaimana akhlak seseorang. Akan tetapi bila ditimpa sesuatu yang menyenangkan ataupun sebaliknya, kemudian respon spontannya adalah hal yang baik, berarti dia memiliki ahlak yang mulia Sebaliknya bila sandalnya hilang, atau ada orang yang menyenggol, mendengar bunyi klakson yang nyaring lalu tiba-tiba sumpah serapah yang keluar dari mulutnya,  maka respon spontan itu menunjukkan keburukan akhlaknya.
Contoh lain jika seseorang bertemu dengan orang yang meminta sumbangan lalu berfikir keras diberi atau jangan, bila dikasih seribu, malu karena namanyaa ditulis, kalau diberi sepuluh ribu nanti uangnya habis. Terus... berfikir keras, walaupun akhirnya memberi sebetulnya bukan akhlak dermawan yang muncul.
Sekarang ini krisis terbesar adalah krisis akhlak. Oleh karena itu, ada benarnya pendapat seorang pengusaha terkenal dari Jepang yang mengatakan bahwa jikalau seseorang ingin memimpin perusahaan dengan baik, maka sebetulnya skill atau keahlian itu cukup 10% saja, yang 90% adalah akhlak. Karena akhlak yang baik, orang yang cerdas pun akan bergabung denganya. Mereka merasa aman, merasa tersejahterakan lahir batinnya. Akibatnya, berkumpulah para ahli. Bila mereka diberikan motivasi dengan akhlak yang baik maka jadilah sebuah prestasi yang besar. Oleh karena itu sebenarnya kesuksesan itu adalah milik orang yang berakhlak mulia.
Sebuah ilustrasi, suatu saat sedang terjadi dialog antara suami dan isteri. Sang isteri menginginkan anaknya menjadi bintang kelas, akan tetapi sang suami mengatakan bahwa bintang kelas itu bukan alat ukur kesuksesan anak sekolah. Menjadi bintang kelas itu tidak harus, tidak wajib. Yang wajib bagi anak itu adalah memiliki akhlak yang mulia. Apalah artinya ia menjadi bintang kelas apabila kemudian ia jadi terbelenggu oleh keinginan dipuji teman-temannya. Jadi dengki terhadap orang-orang yang pandai dikelasnya, atau menjadi takabbur karena kepandaiannya itu. Apa artinya bintang kelas seperti ini? Lebih baik lagi jika kita bangun mental anak kita lebih bagus, matang pada tiap tahapannya. Kalaupun suatu saat ia ditakdirkan menjadi bintang kelas, maka itu adalah buah dari pemikirannya. Sementara itu ia pun sudah siap denga mentalnya: tidak dengki, tidak iri, tidak jadi sombong. Nilai ini tentunya jadi lebih bagus daripada nilai menjadi bintang kelasnya. Apalah artinya kita lulus terbaik jika kemudian menjadi jalan ujub takabbur. Lulus itu hanya nilai,nilai, nilai....
Inilah yang sepatutnya menjadi bahan pemikiran kita. Apakah kita berakhlak benar atau tidak? Apakah kita sudah mengajarkan kepada keluarga atau lingkungan kita ? Bagaimana cara melihatnya? lihat kalau kita mendapati masalah. Bagaimana respon spontan kita? Bagaimana struktur kata-kata kita, raut wajah kita? Apakah kita cukup temperamental? Apakah kata-kata kita keji, menyakiti, arogan? Apakah anak-anak kita tegur bila mereka belum shalat ? Itulah diri kita. Kesuksesan dan kegagalan itu bergantung pada hal semacam ini. Bergantung apa yang kita lakukan.

BEDA  ORANG MUKMIM DENGAN ORANG MUNAFIK
"Seorang mukmin senantiasa disibukan dengan bertafakur, merenung, mengambil pelajaran dari aneka kejadian apapun di muka bumi ini, sementara orang munafik disibukan dengan ketamakan dan angan-angan kosong terhadap dunia ini.
Seorang mukim berputus asa dari siapa saja dan kepada siapa saja kecuali hanya kepada Allah, sementara orang munafik mengharap dari siapa saja kecuali dari mengharap kepada Allah SWT.
Seorang mukmin merasa aman, tidak gentar, tidak takut oleh ancaman siapa pun kecuali takut hanya kepada Allah karena dia yakin bahwa apapun yang mengancam dia ada dalam genggaman Allah, di lain pihak orang munafik justru takut kepada siapa saja kecuali takut kepada Allah, naudzhubilah.
Seorang mukmin menawarkan hartanya demi mempertahankan agamanya, sementara seorang munafik menawarkan agamanya demi mempertahankan hartanya.
Seorang mukmin menangis karena malunya kepada Allah meskipun dia berbuat kebajikan, sementara seorang munafik tetap tertawa meskipun dia berbuat keburukan.
Seorang mukmin senang berkhalwat dengan menyendiri bermunajat kepada Allah, sementara seorang munafik senang berkumpul dengan bersukaria bercampur baur dengan khalayak yang tidak ingat kepada Allah.
Seorang mukmin ketika menanam merasa takut jikalau merusak, sedangkan seorang munafik mencabuti seraya mengharapkan panen.
Seorang mukmin memerintah dan melarang sebagai siasat dan cara sehingga berhasil memperbaiki, larangan dan perintah seorang mukmin adalah upaya untuk memperbaiki sementara seorang munafik memerintah dan melarang demi meraih jabatan dan kedudukan sehingga dia malah merusak, naudzhubillah".

Imam Hatim Al Ashom,

Senin, 17 Januari 2011

MANAJEMEN MUTU SEKOLAH

Sebuah pendekatan baru dalam pengelolaan sekolah
untuk peningkatan mutu

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia dimana berbagai permasalahan hanya dapat dipecahkan kecuali dengan upaya penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain manfaat bagi kehidupan manusia di satu sisi perubahan tersebut juga telah membawa manusia ke dalam era persaingan global yang semakin ketat. Agar mampu berperan dalam persaingan global, maka sebagai bangsa kita perlu terus mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Oleh karena itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan kenyataan yang harus dilakukan secara terencana, terarah, intensif, efektif dan efisien dalam proses pembangunan, kalau tidak ingin bangsa ini kalah bersaing dalam menjalani era globalisasi tersebut.

Berbicara mengenai kualitas sumber daya manusia, pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah bersama kalangan swasta sama-sama telah dan terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya. Tetapi pada kenyataannya upaya pemerintah tersebut belum cukup berarti dalam meningkatkan kuailtas pendidikan. Salah satu indikator kekurang berhasilan ini ditunjukkan antara lain dengan NEM siswa untuk berbagai bidang studi pada jenjang SLTP dan SLTA yang tidak memperlihatkan kenaikan yang berarti bahkan boleh dikatakan konstan dari tahun ke tahun, kecuali pada beberapa sekolah dengan jumlah yang relatif sangat kecil.

Ada dua faktor yang dapat menjelaskan mengapa upaya perbaikan mutu pendidikan selama ini kurang atau tidak berhasil. Pertama strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented. Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku (materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis lembaga pendidikan ( sekolah) akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu sebagai mana yang diharapkan. Ternyata strategi input-output yang diperkenalkan oleh teori education production function (Hanushek, 1979,1981) tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan (sekolah), melainkan hanya terjadi dalam institusi ekonomi dan industri.

Kedua, pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented, diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah). Atau dengan singkat dapat dikatakan bahwa komleksitasnya cakupan permasalahan pendidikan, seringkali tidak dapat terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi pusat.

Diskusi tersebut memberikan pemahaman kepada kita bahwa pembangunan pendidikan bukan hanya terfokus pada penyediaan faktor input pendidikan tetapi juga harus lebih memperhatikan faktor proses pendidikan..Input pendidikan merupakan hal yang mutlak harus ada dalam batas – batas tertentu tetapi tidak menjadi jaminan dapat secara otomatis meningkatkan mutu pendidikan (school resources are necessary but not sufficient condition to improve student achievement). Disamping itu mengingat sekolah sebagai unit pelaksana pendidikan formal terdepan dengan berbagai keragaman potensi anak didik yang memerlukan layanan pendidikan yang beragam, kondisi lingkungan yang berbeda satu dengan lainnya, maka sekolah harus dinamis dan kreatif dalam melaksanakan perannya untuk mengupayakan peningkatan kualitas/mutu pendidikan. hal ini akan dapat dilaksanakan jika sekolah dengan berbagai keragamannya itu, diberikan kepercayaan untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri sesuai dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan anak didiknya. Walaupun demikian, agar mutu tetap terjaga dan agar proses peningkatan mutu tetap terkontrol, maka harus ada standar yang diatur dan disepakati secara secara nasional untuk dijadikan indikator evaluasi keberhasilan peningkatan mutu tersebut (adanya benchmarking). Pemikiran ini telah mendorong munculnya pendekatan baru, yakni pengelolaan peningkatan mutu pendidikan di masa mendatang harus berbasis sekolah sebagai institusi paling depan dalam kegiatan pendidikan. Pendekatan ini, kemudian dikenal dengan manajemen peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah (School Based Quality Management) atau dalam nuansa yang lebih bersifat pembangunan (developmental) disebut School Based Quality Improvement.

Konsep yang menawarkan kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat dan pemerintah dengan tanggung jawabnya masing – masing ini, berkembang didasarkan kepada suatu keinginan pemberian kemandirian kepada sekolah untuk ikut terlibat secara aktif dan dinamis dalam rangka proses peningkatan kualitas pendidikan melalui pengelolaan sumber daya sekolah yang ada. Sekolah harus mampu menterjemahkan dan menangkap esensi kebijakan makro pendidikan serta memahami kindisi lingkunganya (kelebihan dan kekurangannya) untuk kemudian melaui proses perencanaan, sekolah harus memformulasikannya ke dalam kebijakan mikro dalam bentuk program – program prioritas yang harus dilaksanakan dan dievaluasi oleh sekolah yang bersangkutan sesuai dengan visi dan misinya masing – masing. Sekolah harus menentukan target mutu untuk tahun berikutnya. Dengan demikian sekolah secara mendiri tetapi masih dalam kerangka acuan kebijakan nasional dan ditunjang dengan penyediaan input yang memadai, memiliki tanggung jawab terhadap pengembangan sumber daya yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan belajar siswa dan masyarakat.

Bervariasinya kebutuhan siswa akan belajar, beragamnya kebutuhan guru dan staf lain dalam pengembangan profesionalnya, berbedanya lingkungan sekolah satu dengan lainnya dan ditambah dengan harapan orang tua/masyarakat akan pendidikan yang bermutu bagi anak dan tuntutan dunia usaha untuk memperoleh tenaga bermutu, berdampak kepada keharusan bagi setiap individu terutama pimpinan kelompok harus mampu merespon dan mengapresiasikan kondisi tersebut di dalam proses pengambilan keputusan. Ini memberi keyakinan bahwa di dalam proses pengambilan keputusan untuk peningkatan mutu pendidikan mungkin dapat dipergunakan berbagai teori, perspektif dan kerangka acuan (framework) dengan melibatkan berbagai kelompok masyarakat terutama yang memiliki kepedulian kepada pendidikan. Karena sekolah berada pada pada bagian terdepan dari pada proses pendidikan, maka diskusi ini memberi konsekwensi bahwa sekolah harus menjadi bagian utama di dalam proses pembuatan keputusan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Sementara, masyarakat dituntut partisipasinya agar lebih memahami pendidikan, sedangkan pemerintah pusat berperan sebagai pendukung dalam hal menentukan kerangka dasar kebijakan pendidikan.

Strategi ini berbeda dengan konsep mengenai pengelolaan sekolah yang selama ini kita kenal. Dalam sistem lama, birokrasi pusat sangat mendominasi proses pengambilan atau pembuatan keputusan pendidikan, yang bukan hanya kebijakan bersifat makro saja tetapi lebih jauh kepada hal-hal yang bersifat mikro; Sementara sekolah cenderung hanya melaksanakan kebijakan-kebijakan tersebut yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan belajar siswa, lingkungan Sekolah, dan harapan orang tua. Pengalaman menunjukkan bahwa sistem lama seringkali menimbulkan kontradiksi antara apa yang menjadi kebutuhan sekolah dengan kebijakan yang harus dilaksanakan di dalam proses peningkatan mutu pendidikan. Fenomena pemberian kemandirian kepada sekolah ini memperlihatkan suatu perubahan cara berpikir dari yang bersifat rasional, normatif dan pendekatan preskriptif di dalam pengambilan keputusan pandidikan kepada suatu kesadaran akan kompleksnya pengambilan keputusan di dalam sistem pendidikan dan organisasi yang mungkin tidak dapat diapresiasiakan secara utuh oleh birokrat pusat. Hal inilah yang kemudian mendorong munculnya pemikiran untuk beralih kepada konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah sebagai pendekatan baru di Indonesia, yang merupakan bagian dari desentralisasi pendidikan yang tengah dikembangkan.

Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah merupakan alternatif baru dalam pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan kepada kemandirian dan kreatifitas sekolah. Konsep ini diperkenalkan oleh teori effective school yang lebih memfokuskan diri pada perbaikan proses pendidikan (Edmond, 1979). Beberapa indikator yang menunjukkan karakter dari konsep manajemen ini antara lain sebagai berikut; (i) lingkungan sekolah yang aman dan tertib, (ii) sekolah memilki misi dan target mutu yang ingin dicapai, (iii) sekolah memiliki kepemimpinan yang kuat, (iv) adanya harapan yang tinggi dari personel sekolah (kepala sekolah, guru, dan staf lainnya termasuk siswa) untuk berprestasi, (v) adanya pengembangan staf sekolah yang terus menerus sesuai tuntutan IPTEK, (vi) adanya pelaksanaan evaluasi yang terus menerus terhadap berbagai aspek akademik dan administratif, dan pemanfaatan hasilnya untuk penyempurnaan/perbaikan mutu, dan (vii) adanya komunikasi dan dukungan intensif dari orang tua murid/masyarakat. Pengembangan konsep manajemen ini didesain untuk meningkatkan kemampuan sekolah dan masyarakat dalam mengelola perubahan pendidikan kaitannya dengan tujuan keseluruhan, kebijakan, strategi perencanaan, inisiatif kurikulum yang telah ditentukan oleh pemerintah dan otoritas pendidikan. Pendidikan ini menuntut adanya perubahan sikap dan tingkah laku seluruh komponen sekolah; kepala sekolah, guru dan tenaga/staf administrasi termasuk orang tua dan masyarakat dalam memandang, memahami, membantu sekaligus sebagai pemantau yang melaksanakan monitoring dan evaluasi dalam pengelolaan sekolah yang bersangkutan dengan didukung oleh pengelolaan sistem informasi yang presentatif dan valid. Akhir dari semua itu ditujukan kepada keberhasilan sekolah untuk menyiapkan pendidikan yang berkualitas/bermutu bagi masyarakat.

Dalam pengimplementasian konsep ini, sekolah memiliki tanggung jawab untuk mengelola dirinya berkaitan dengan permasalahan administrasi, keuangan dan fungsi setiap personel sekolah di dalam kerangka arah dan kebijakan yang telah dirumuskan oleh pemerintah. Bersama – sama dengan orang tua dan masyarakat, sekolah harus membuat keputusan, mengatur skala prioritas disamping harus menyediakan lingkungan kerja yang lebih profesional bagi guru, dan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan serta keyakinan masyarakat tentang sekolah/pendidikan. Kepala sekolah harus tampil sebagai koordinator dari sejumlah orang yang mewakili berbagai kelompok yang berbeda di dalam masyarakat sekolah dan secara profesional harus terlibat dalam setiap proses perubahan di sekolah melalui penerapan prinsip-prinsip pengelolaan kualitas total dengan menciptakan kompetisi dan penghargaan di dalam sekolah itu sendiri maupun sekolah lain. Ada empat hal yang terkait dengan prinsip – prinsip pengelolaan kualitas total yaitu; (i) perhatian harus ditekankan kepada proses dengan terus – menerus mengumandangkan peningkatan mutu, (ii) kualitas/mutu harus ditentukan oleh pengguna jasa sekolah, (iii) prestasi harus diperoleh melalui pemahaman visi bukan dengan pemaksaan aturan, (iv) sekolah harus menghasilkan siswa yang memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap arief bijaksana, karakter, dan memiliki kematangan emosional. Sistem kompetisi tersebut akan mendorong sekolah untuk terus meningkatkan diri, sedangkan penghargaan akan dapat memberikan motivasi dan meningkatkan kepercayaan diri setiap personel sekolah, khususnya siswa. Jadi sekolah harus mengontrol semua semberdaya termasuk sumber daya manusia yang ada, dan lebih lanjut harus menggunakan secara lebih efisien sumber daya tersebut untuk hal – hal yang bermanfaat bagi peningkatan mutu khususnya. Sementara itu, kebijakan makro yang dirumuskan oleh pemerintah atau otoritas pendidikan lainnya masih diperlukan dalam rangka menjamin tujuan – tujuan yang bersifat nasional dan akuntabilitas yang berlingkup nasional.

Dalam rangka umum mutu mengandung makna derajat (tingkat) keunggulan suatu produk (hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa; baik yang tangiblemaupun yang intangible. Dalam konteks pendidikan pengertian mutu, dalam hal ini mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam “proses pendidikan” yang bermutu terlibat berbagai input, seperti; bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif. Manajemen sekolah, dukungan kelas berfungsi mensinkronkan berbagai input tersebut atau mensinergikan semua komponen dalam interaksi (proses) belajar mengajar baik antara guru, siswa dan sarana pendukung di kelas maupun di luar kelas; baik konteks kurikuler maupun ekstra-kurikuler, baik dalam lingkup subtansi yang akademis maupun yang non-akademis dalam suasana yang mendukung proses pembelajaran. Mutu dalam konteks “hasil pendidikan” mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap akhir cawu, akhir tahun, 2 tahun atau 5 tahun, bahkan 10 tahun). Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan (student achievement) dapat berupa hasil test kemampuan akademis (misalnya ulangan umum, Ebta atau Ebtanas). Dapat pula prestasi di bidang lain seperti prestasi di suatu cabang olah raga, seni atau keterampilan tambahan tertentu misalnya : komputer, beragam jenis teknik, jasa. Bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible) seperti suasana disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan, dsb.

Antara proses dan hasil pendidikan yang bermutu saling berhubungan. Akan tetapi agar proses yang baik itu tidak salah arah, maka mutu dalam artian hasil (ouput) harus dirumuskan lebih dahulu oleh sekolah, dan harus jelas target yang akan dicapai untuk setiap tahun atau kurun waktu lainnya. Berbagai input dan proses harus selalu mengacu pada mutu-hasil (output) yang ingin dicapai. Dengan kata lain tanggung jawab sekolah dalam school based quality improvement bukan hanya pada proses, tetapi tanggung jawab akhirnya adalah pada hasil yang dicapai . Untuk mengetahui hasil/prestasi yang dicapai oleh sekolah ‘ terutama yang menyangkut aspek kemampuan akademik atau “kognitif” dapat dilakukan benchmarking (menggunakan titik acuan standar, misalnya :NEM oleh PKG atau MGMP). Evaluasi terhadap seluruh hasil pendidikan pada tiap sekolah baik yang sudah ada patokannya (benchmarking) maupun yang lain (kegiatan ekstra-kurikuler) dilakukan oleh individu sekolah sebagai evaluasi diri dan dimanfaatkan untuk memperbaiki target mutu dan proses pendidikan tahun berikutnya. Dalam hal ini RAPBS harus merupakan penjabaran dari target mutu yang ingin dicapai dan skenario bagaimana mencapainya.

Dalam manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah ini diharapkan sekolah dapat bekerja dalam koridor – koridor tertentu antara lain sebagai berikut ;

Sumber daya; sekolah harus mempunyai fleksibilitas dalam mengatur semua sumber daya sesuai dengan kebutuhan setempat. Selain pembiayaan operasional/administrasi, pengelolaan keuangan harus ditujukan untuk : (i) memperkuat sekolah dalam menentukan dan mengalolasikan dana sesuai dengan skala prioritas yang telah ditetapkan untuk proses peningkatan mutu, (ii) pemisahan antara biaya yang bersifat akademis dari proses pengadaannya, dan (iii) pengurangan kebutuhan birokrasi pusat.

Pertanggung-jawaban (accountability); sekolah dituntut untuk memilki akuntabilitas baik kepada masyarakat maupun pemerintah. Hal ini merupakan perpaduan antara komitment terhadap standar keberhasilan dan harapan/tuntutan orang tua/masyarakat. Pertanggung-jawaban (accountability) ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa dana masyarakat dipergunakan sesuai dengan kebijakan yang telah ditentukan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan jika mungkin untuk menyajikan informasi mengenai apa yang sudah dikerjakan. Untuk itu setiap sekolah harus memberikan laporan pertanggung-jawaban dan mengkomunikasikannya kepada orang tua/masyarakat dan pemerintah, dan melaksanakan kaji ulang secara komprehensif terhadap pelaksanaan program prioritas sekolah dalam proses peningkatan mutu.

Kurikulum; berdasarkan kurikulum standar yang telah ditentukan secara nasional, sekolah bertanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum baik dari standar materi (content) dan proses penyampaiannya. Melalui penjelasan bahwa materi tersebut ada mafaat dan relevansinya terhadap siswa, sekolah harus menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan melibatkan semua indera dan lapisan otak serta menciptakan tantangan agar siswa tumbuh dan berkembang secara intelektual dengan menguasai ilmu pengetahuan, terampil, memilliki sikap arif dan bijaksana, karakter dan memiliki kematangan emosional. Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan ini yaitu;

  • pengembangan kurikulum tersebut harus memenuhi kebutuhan siswa.
  • bagaimana mengembangkan keterampilan pengelolaan untuk menyajikan kurikulum tersebut kepada siswa sedapat mungkin secara efektif dan efisien dengan memperhatikan sumber daya yang ada.
  • pengembangan berbagai pendekatan yang mampu mengatur perubahan sebagai fenomena alamiah di sekolah.

Untuk melihat progres pencapain kurikulum, siswa harus dinilai melalui proses test yang dibuat sesuai dengan standar nasional dan mencakup berbagai aspek kognitif, affektif dan psikomotor maupun aspek psikologi lainnya. Proses ini akan memberikan masukan ulang secara obyektif kepada orang tua mengenai anak mereka (siswa) dan kepada sekolah yang bersangkutan maupun sekolah lainnya mengenai performan sekolah sehubungan dengan proses peningkatan mutu pendidikan.

Personil sekolah; sekolah bertanggung jawab dan terlibat dalam proses rekrutmen (dalam arti penentuan jenis guru yang diperlukan) dan pembinaan struktural staf sekolah (kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru dan staf lainnya). Sementara itu pembinaan profesional dalam rangka pembangunan kapasitas/kemampuan kepala sekolah dan pembinaan keterampilan guru dalam pengimplementasian kurikulum termasuk staf kependidikan lainnya dilakukan secara terus menerus atas inisiatif sekolah. Untuk itu birokrasi di luar sekolah berperan untuk menyediakan wadah dan instrumen pendukung. Dalam konteks ini pengembangan profesioanl harus menunjang peningkatan mutu dan pengharhaan terhadap prestasi perlu dikembangkan. Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah memberikan kewenangan kepada sekolah untuk mengkontrol sumber daya manusia, fleksibilitas dalam merespon kebutuhan masyarakat, misalnya pengangkatan tenaga honorer untuk keterampilan yang khas, atau muatan lokal. Demikian pula mengirim guru untuk berlatih di institusi yang dianggap tepat.

Konsekwensi logis dari itu, sekolah harus diperkenankan untuk:

  • mengembangkan perencanaan pendidikan dan prioritasnya didalam kerangka acuan yang dibuat oleh pemerintah.
  • Memonitor dan mengevaluasi setiap kemajuan yang telah dicapai dan menentukan apakah tujuannya telah sesuai kebutuhan untuk peningkatan mutu.
  • Menyajikan laporan terhadap hasil dan performannya kepada masyarakat dan pemerintah sebagai konsumen dari layanan pendidikan (pertanggung jawaban kepada stake-holders).

Uraian tersebut di atas memberikan wawasan pemahaman kepada kita bahwa tanggung jawab peningkatan kualitas pendidikan secara mikro telah bergeser dari birokrasi pusat ke unit pengelola yang lebih dasar yaitu sekolah. Dengan kata lain, didalam masyarakat yang komplek seperti sekarang dimana berbagai perubahan yang telah membawa kepada perubahan tata nilai yang bervariasi dan harapan yang lebih besar terhadap pendidikan terjadi begitu cepat, maka diyakini akan disadari bahwa kewenangan pusat tidak lagi secara tepat dan cepat dapat merespon perubahan keinginan masyarakat tersebut.

Kondisi ini telah membawa kepada suatu kesadaran bahwa hanya sekolah yang sekolah yang dikelola secara efektiflah (dengan manajemen yang berbasis sekolah) yang akan mampu merespon aspirasi masyarakat secara tepat dan cepat dalam hal mutu pendidikan.

Institusi pusat memiliki peran yang penting, tetapi harus mulai dibatasi dalam hal yang berhubungan dengan membangun suatu visi dari sistem pendidikan secara keseluruhan, harapan dan standar bagi siswa untuk belajar dan menyediakan dukungan komponen pendidikan yang relatif baku atau standar minimal. Konsep ini menempatkan pemerintah dan otorits pendiidikan lainnya memiliki tanggung jawab untuk menentukan kunci dasar tujuan dan kebijakan pendidikan dan memberdayakan secara bersama-sama sekolah dan masyarakat untuk bekerja di dalam kerangka acuan tujuan dan kebijakan pendidikan yang telah dirumuskan secara nasional dalam rangka menyajikan sebuah proses pengelolaan pendidikan yang secara spesifik sesuai untuk setiap komunitas masyarakat.

Jelaslah bahwa konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah ini membawa isu desentralisasi dalam manajemen (pengelolaan) pendidikan dimana birokrasi pusat bukan lagi sebagai penentu semua kebijakan makro maupun mikro, tetapi hanya berperan sebagai penentu kebijakan makro, prioritas pembangunan, dan standar secara keseluruhan melalui sistem monitoring dan pengendalian mutu. Konsep ini sebenarnya lebih memfokuskan diri kepada tanggung jawab individu sekolah dan masyarakat pendukungnya untuk merancang mutu yang diinginkan, melaksanakan, dan mengevaluasi hasilnya, dan secara terus menerus mnyempurnakan dirinya. Semua upaya dalam pengimplementasian manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah ini harus berakhir kepada peningkatan mutu siswa (lulusan).

Sementara itu pendanaan walaupun dianggap penting dalam perspektif proses perencanaan dimana tujuan ditentukan, kebutuhan diindentifikasikan, kebijakan diformulasikan dan prioritas ditentukan, serta sumber daya dialokasikan, tetapi fokus perubahan kepada bentuk pengelolaan yang mengekspresikan diri secara benar kepada tujuan akhir yaitu mutu pendidikan dimana berbagai kebutuhan siswa untuk belajar terpenuhi. Untuk itu dengan memperhatikan kondisi geografik dan sosiekonomik masyarakat, maka sumber daya dialokasikan dan didistribusikan kepada sekolah dan pemanfaatannya dipercayakan kepada sekolah sesuai dengan perencanaan dan prioritas yang telah ditentukan oleh sekolah tersebut dan dengan dukungan masyarakat. Pedoman pelaksanaan peningkatan mutu kalaupun ada hanya bersifat umum yang memberikan rambu-rambu mengenai apa-apa yang boleh/tidak boleh dilakukan.

Secara singkat dapat ditegaskan bahwa akhir dari itu semua bermuara kepada mutu pendidikan. Oleh karena itu sekolah-sekolah harus berjuang untuk menjadi pusat mutu (center for excellence) dan ini mendorong masing-masing sekolah agar dapat menentukan visi dan misi nya utnuk mempersiapkan dan memenuhi kebutuhan masa depan siswanya.

Strategi pelaksanan di tingkat sekolah

Dalam rangka mengimplementasikan konsep manajemen peningkatan mutu yang berbasis sekolah ini, maka melalui partisipasi aktif dan dinamis dari orang tua, siswa, guru dan staf lainnya termasuk institusi yang memliki kepedulian terhadap pendidikan sekolah harus melakukan tahapan kegiatan sebagai berikut :

  • Penyusunan basis data dan profil sekolah lebih presentatif, akurat, valid dan secara sistimatis menyangkut berbagai aspek akademis, administratif (siswa, guru, staf), dan keuangan.

  • Melakukan evaluasi diri (self assesment) utnuk menganalisa kekuatan dan kelemahan mengenai sumber daya sekolah, personil sekolah, kinerja dalam mengembangkan dan mencapai target kurikulum dan hasil-hasil yang dicapai siswa berkaitan dengan aspek-aspek intelektual dan keterampilan, maupun aspek lainnya.

  • Berdasarkan analisis tersebut sekolah harus mengidentifikasikan kebutuhan sekolah dan merumuskan visi, misi, dan tujuan dalam rangka menyajikan pendidikan yang berkualitas bagi siswanya sesuai dengan konsep pembangunan pendidikan nasional yang akan dicapai. Hal penting yang perlu diperhatikan sehubungan dengan identifikasi kebutuhan dan perumusan visi, misi dan tujuan adalah bagaimana siswa belajar, penyediaan sumber daya dan pengeloaan kurikulum termasuk indikator pencapaian peningkatan mutu tersebut.

  • Berangkat dari visi, misi dan tujuan peningkatan mutu tersebut sekolah bersama-sama dengan masyarakatnya merencanakan dan menyusun program jangka panjang atau jangka pendek (tahunan termasuk anggarannnya. Program tersebut memuat sejumlah program aktivitas yang akan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan nasional yang telah ditetapkan dan harus memperhitungkan kunci pokok dari strategi perencanaan tahun itu dan tahun-tahun yang akan datang. Perencanaan program sekolah ini harus mencakup indikator atau target mutu apa yang akan dicapai dalam tahun tersebut sebagai proses peningkatan mutu pendidikan (misalnya kenaikan NEM rata-rata dalam prosentase tertentu, perolehan prestasi dalam bidang keterampilan, olah raga, dsb). Program sekolah yang disusun bersama-sama antara sekolah, orang tua dan masyarakat ini sifatnya unik dan dimungkinkan berbeda antara satu sekolah dan sekolah lainnya sesuai dengan pelayanan mereka untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat. Karena fokus kita dalam mengimplementasian konsep manajemen ini adalah mutu siswa, maka program yang disusun harus mendukung pengembangan kurikulum dengan memperhatikan kurikulum nasional yang telah ditetapkan, langkah untuk menyampaikannya di dalam proses pembelajaran dan siapa yang akan menyampaikannya.

Dua aspek penting yang harus diperhatikan dalam kegiatan ini adalah kondisi alamiah total sumber daya yang tersedia dan prioritas untuk melaksankan program. Oleh karena itu, sehubungan dengan keterbatasan sumber daya dimungkinkan bahwa program tertentu lebih penting dari program lainnya dalam memenuhi kebutuhan siswa untuk belajar. Kondisi ini mendorong sekolah untuk menentukan skala prioritas dalam melaksanakan program tersebut. Seringkali prioritas ini dikaitkan dengan pengadaan preralatan bukan kepada output pembelajaran. Oleh karena itu dalam rangka pelaksanaan konsep manajemen tersebut sekolah harus membuat skala prioritas yang mengacu kepada program-program pembelajaran bagi siswa. Sementara persetujuan dari proses pendanaan harus bukan semata-mata berdasarkan pertimbangan keuangan melainkan harus merefleksikan kebijakan dan prioritas tersebut. Anggaran harus jelas terkait dengan program yang mendukung pencapaian target mutu. Hal ini memungkinkan terjadinya perubahan pada perencanaan sebelum sejumlah program dan pendanaan disetujui atau ditetapkan.

  • Prioritas seringkali tidak dapat dicapai dalam rangka waktu satu tahun program sekolah, oleh karena itu sekolah harus membuat strategi perencanaan dan pengembangan jangka panjang melalui identifikasi kunci kebijakan dan prioritas. Perencanaan jangka panjang ini dapat dinyatakan sebagai strategi pelaksanaan perencanaan yang harus memenuhi tujuan esensial, yaitu : (i) mampu mengidentifikasi perubahan pokok di sekolah sebagai hasil dari kontribusi berbagai program sekolah dalam periode satu tahun, dan (ii) keberadaan dan kondisi natural dari strategi perencanaan tersebut harus menyakinkan guru dan staf lain yang berkepentingan (yang seringkali merasakan tertekan karena perubahan tersebut dirasakan harus melaksanakan total dan segera) bahwa walaupun perubahan besar diperlukan dan direncanakan sesuai dengan kebutuhan pembelajaran siswa, tetapi mereka disediakan waktu yang representatif untuk melaksanakannya, sementara urutan dan logika pengembangan telah juga disesuaikan. Aspek penting dari strategi perencanaan ini adalah program dapat dikaji ulang untuk setiap periode tertentu dan perubahan mungkin saja dilakukan untuk penyesuaian program di dalam kerangka acuan perencanaan dan waktunya.

  • Melakukan monitoring dan evaluasi untuk menyakinkan apakah program yang telah direncanakan dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan, apakah tujuan telah tercapai, dan sejauh mana pencapaiannya. Karena fokus kita adalah mutu siswa, maka kegiatan monitoring dan evaluasi harus memenuhi kebutuhan untuk mengetahui proses dan hasil belajar siswa. Secara keseluruhan tujuan dan kegiatan monitoring dan evaluasi ini adalah untuk meneliti efektifitas dan efisiensi dari program sekolah dan kebijakan yang terkait dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Seringkali evaluasi tidak selalu bermanfaat dalam kasus-kasus tertentu, oleh karenanya selain hasil evaluasi juga diperlukan informasi lain yang akan dipergunakan untuk pembuatan keputusan selanjutnya dalam perencanaan dan pelaksanaan program di masa mendatang. Demikian aktifitas tersebut terus menerus dilakukan sehingga merupakan suatu proses peningkatan mutu yang berkelanjutan.

Penutup

Beragamnya kondisi lingkungan sekolah dan bervariasinya kebutuhan siswa di dalam proses pembelajaran ditambah lagi dengan kondisi geografi Indonesia yang sangat kompleks, seringkali tidak dapat diapresiasikan secara lengkap oleh birokrasi pusat. Oleh karena itu di dalam proses peningkatan mutu pendidikan perlu dicari alternatif pengelolaan sekolah. Hal ini mendorong lahirnya konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah. Manajemen alternatif ini memberikan kemandirian kepada sekolah untuk mengatur dirinya sendiri dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, tetapi masih tetap mengacu kepada kebijakan nasional. Konsekwensi dari pelaksanaan program ini adanya komitmen yang tinggi dari berbagai pihak yaitu orang tua/masyarakat, guru, kepala sekolah, siswa dan staf lainnya di satu sisi dan pemerintah (Depdikbud) di sisi lainnya sebagai partner dalam mencapai tujuan peningkatan mutu.

Dalam rangka pelaksanaan konsep manajemen ini, strategi yang dapat dilaksanakan oleh sekolah antara lain meliputi evaluasi diri untuk menganalisa kekuatan dan kelemahan sekolah. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut sekolah bersama-sama orang tua dan masyarakat menentukan visi dan misi sekolah dalam peningkatan mutu pendidikan atau merumuskan mutu yang diharapkan dan dilanjutkan dengan penyusunan rencana program sekolah termasuk pembiayaannya, dengan mengacu kepada skala prioritas dan kebijakan nasional sesuai dengan kondisi sekolah dan sumber daya yang tersedia. Dalam penyusunan program, sekolah harus menetapkan indikator atau target mutu yang akan dicapai. Kegiatan yang tak kalah pentingnya adalah melakukan monitoring dan evaluasi program yang telah direncanakan sesuai dengan pendanaannya untuk melihat ketercapaian visi, misi dan tujuan yang telah ditetapkan sesuai dengan kebijakan nasional dan target mutu yang dicapai serta melaporkan hasilnya kepada masyarakat dan pemerintah. Hasil evaluasi (proses dan output) ini selanjutnya dapat dipergunakan sebagai masukan untuk perencanaan/penyusunan program sekolah di masa mendatang (tahun berikutnya). Demikian terus menerus sebagai proses yang berkelanjutan.

Untuk pengenalan dan menyamakan persepsi sekaligus untuk memperoleh masukan dalam rangka perbaikan konsep dan pelaksanaan manajemen ini, maka sosialisasi harus terus dilakukan. Kegiatan-kegiatan yang bersifat pilot/uji coba harus segera dilakukan untuk mengetahui kendala-kendala yang mungkin muncul di dalam pelaksanaannya untuk dicari solusinya dalam rangka mengantisipasi kemungkinan-kemungkian kendala yang muncul di masa mendatang. Harapannya dengan konsep ini, maka peningkatan mutu pendidikan akan dapat diraih oleh kita sebagai pelaksanaan dari proses pengembangan sumber daya manusia menghadapi persaingan global yang semakin ketat dan ditunjang oleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang secara cepat.

Daftar Pustaka

    Bendell, Tony, and Boulter, Louise, and Kelly, John, 1993, Benchmarking for Competitive Advantage, Pitman Publishing, London, United Kingdom.

    Chapman, Judith (ed), 1990, School-Based Decision-Making and Management, The Falmer Press, Hampshire, United Kingdom.

    Dikmenum, 1999, Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah: Suatu Konsepsi Otonomi Sekolah (paper kerja), Depdikbud, Jakarta.

    …., 1998, Upaya Perintisan Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah (paper kerja), Depdikbud, Jakarta.

    Karlof, Bengt and Ostblom, Svante, 1994, Benchmarking : A signpost to Excellence in Quality and Productivity, John Wiley and Soons, New York, USA

    Pascoe, Susan and Robert, 1998, Education Reform in Australia: 1992-97 (a Case Study), The Education Reform and Management Series, Education-World Bank, Australia.

    Roger,Everett M.,1995, Diffusion of Innovations, The Free Press, New New York, USA.

    Semiawan, Conny R., dan Soedijarto, 1991, Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI, PT. Grasindo, Jakarta.

    Suseno, Muchlas, 1998, Percepatan Pembelajaran Menjelang Abad 21 (makalah hasil analisis dari Accelerated Learning for 21st Century oleh Colin Rose and Malcolm J. Nicholl), Pasca Sarjana IKIP Jakarta, Jakarta

    TimTeknis Bappenas, 1999, School-Based Management di Tingkat Pendidikan Dasar, Naskah kerjasama Bappenas dan Bank Dunia, Jakarta.

    Victorian’s Departement of Education, 1997, Developing School Charter: Quality Assurance in Victorian Schools, Education Victoria, Melbourne, Australia.

    …, 1998, How Good is Our School: School Performance for School Councillors, Education Victoria, Melbourne, Australia.